Halaman

Label

Senin, 08 April 2013

Psikologi Keluarga - Analisis Kasus Keluarga Ditinjau dari Psikologi



Psikologi Keluarga
Analisis Kasus Keluarga Ditinjau dari Psikologi


Judul Berita:
Ibu Diseret Putrinya ke Pengadilan “Sang Ibu: Apakah Lupa darimana Dia Lahir”


Berita diambil dari media cetak (koran) SURYA, terbit pada tanggal 28 maret 2013.



Analisis Kasus

Konflik itu bermula dari penebangan yang dilakukan oleh Ismail kakak dari Manisa, beserta anaknya yang bernama M. Syafi’i di tanah yang diakui Manisa sebagai pemiliknya. Yang kemudian Ismail dalam keterangannya menyebut ibunya Artija lah yang menyuruhnya menebang pohon itu. Memang pada dasarnya tanah itu adalah tanah warisan yang dimiliki Ny Artija yang akan dibagikan kepada kedua anakanya itu yakni Manisa dan Ismail. Manisa yang merasa memiliki hak atas tanah itu maka ia melaporkan kasus itu kepada pihak yang berwenang. Yang kemudian jaksa menuntut dengan pasal 363 KUHP dengan sanksi pidanana paling lama tujuh tahun.
Akan tetapi disini saya tidak akan membahas berkaitan dengan hukum yang sedang mereka jalani, lebih kepada perlakuan seseorang terhadap keluarganya sendiri yang dianggap kurang wajar. Dalam hal ini keharmonisan serta ke-sakinah-an rumah tangga harusnya menjadi prioritas utama dalam membentuk suatu keluarga yang bahagia.
Kasus ini hanya contoh kecil saja bagaimana kondisi keluarga kebanyakan, banyak kasus-kasus lain yang juga diakibatkan oleh ketidakharmonisan keluarga itu sendiri. Tentang waris misalnya, banyak sekali kasus-kasus yang timbul dari perebutan harta warisan tersebut. Sampai kasus pemerkosaan dan pembunuhan pun terjadi, terlepas dari latar belakang atau pun sebab timbulnya kasus-kasus itu saya sangat prihatin dengan keadaan seperti ssekarang ini. Karena keluarga merupakan bagian dari kelompok terkecil yang ada dalam masyarakat yang seharusnya bisa menjadi tolak ukur dalam masyarakat terlebih bangsa ini untuk bisa menciptakan ruang yang kondusif, aman, dan sejahtera.
Bisa kita bayangkan bagaimana kondisi negara ini jika dari kelompok terkecil saja sudah carut marut. Ini menunjukkan tingkat kecerdasan, kemapanan, serta kemampuan dalam berperilaku yang baik berada di level yang buruk. 
Masalah dalam kasus ini sebenarnya terletak pada Manisa dan kakaknya mengenai harta warisan yang oleh Ny Artija akan di bagikan kepada mereka. Masalah perebutan harta warisan seperti ini pasti berbuntut adanya agresi dalam persaudaraan.
Adapun agresi adalah setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain. Adapun perilaku agresi ialah perilaku fisik atau lisan yang disengaja bertujuan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Menurut Baron perilaku agresi yaitu tingkah laku yang bertujuan untuk melukai atau mencelakakan individu lain. Jika dilihat dari pengertian di atas maka dalam agresi ini unsur yang harus dipenuhi adalah adanya kesengajaan pelaku dalam melakukan tindakan agresi.
Jenis agresi diatas menurut Sears, Feedman & Peplau (1991) merupakan jenis agresi perilaku melukai dan maksud melukai. Karena dalam kasus tersebut ada tindakan memperebutkan warisan dengan melakukan segala cara. Perebutan harta warisan tersebut juga melibatkan perilaku agresi yang saling menyakiti baik secara fisik (memukul atau melukai) maupun batin (mencela atau mengancam). Oleh karena itu perilaku yang terjadi dalam persaudaraan tersebut dapat dikatakan sebagai perilaku agresi karena terdapat maksud untuk melukai dan pihak yang terluka.
Teori Etologi (Konrad Lorenz & Robert ardrey) menyebutkan bahwa dorongan agresi ada pada setiap orang, yang berfungsi dan berperan dalam pemeliharaan hidup. Dalam kasus ini dua bersaudara ini merebutkan warisan untuk kepentingan masing-masing pihak. Sedangkan menurut Adrey, manusia sejak lahir telah membawa killing imperative, sehingga manusia dihinggapi untuk menciptakan senjata dan menggunakan senjata tersebut untuk membunuh bila perlu. Tetapi manusia juga mempunyai mekanisme pengendali kognitif yang mengimbangi hasrat membunuh (nurani). Tetapi pada kasus ini perilaku agresi sudah dalam tahap melukai psikis Ismail dengan cara menuduh mencuri pohon yang diakui Manisa sebagai pemilik dari tanah yang ditanam pohon tersebut.[1]
Faktor pengarah dan pencetus agresi yang terjadi pada kasus ini adalah keinginan untuk memiliki sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya. Dan ini merupakan perilaku yang tidak baik dilakukan oleh Manisa yang notabene adalah adik kandung dari tergugat yakni Ismail beserta anaknya M. Syafi’i.
Masalah akhlak memang sangat berpengaruh pada perilaku seseorang. Tidak salah kalau dalam al-Quran menyebutkan bahwa tugas Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak.
Ada beberapa faktor sebenarnya yang menyebabkan kasus di atas. Pertama, adanya pengaruh dari lingkungan yang mana menyebabkan perilaku seseorang secara sadar atau tidak sadar terbentuk dari kebiasaan yang ada dilingkungannya. mungkin masyarakat disana sudah terbiasa dengan aadanya kasus-kasus seperti ini sehingga secara tidak langsung Manisa tidak lagi menghiraukan dampak yang akan timbul dari permasalahan tersebut.
Kedua, kurangnya pengetahuan agama yang harusnya diajarkan oleh orang tuanya ataupun di lembaga pendidikan yang harusnya bisa menjadi pegangan seseorang dalam mengambil suatu sikap yang tentunya tidak merugikan orang lain.
Ketiga, dominasi materialistis yang selalu diprioritaskan di atas apapun. Ini mengakibatkan dampak yang kurang baik bagi pelakunya. Sehingga ia tidak menghiraukan keuntungan-keuntungan lain yang sebenarnya lebih berharga dari sekedar materi.
Keempat, tidak berjalannya peran orang tua yang sejatinya bisa mendidik dan mengajarkan mana yang baik dan mana yang seharusnya tidak dilakukan, disinilah sebenarnya pentingnya pendidikan. Disamping untuk belajar, dengan pendidikan seseorang setidaknya bisa mengajarkan sesuatu kepada orang lain terlebih anaknya sendiri. Melihat latar belakang Ny Artija yang minim akan pendidikan maka tentu Manisa tak akan memperdulikannya.
Dan ini akan mengakibatkan perilaku terus menerus bagi generasinya nanti jika tidak ada pencegahan. Pendidikan agama maupun umum akan berperan penting dalam membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawaddah,  warahmah. Tentu itu tidak mudah, harus ada dorongan dari berbagi pihak dalam mewujudkan hal itu. Tokoh masyarakat, pemuka agama, serta lingkungan akan sangat membantu dalam terealisasinya keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.




SEMOGA BERMANFAAT



[1]http://larasayuningtyas18.blogspot.com/2012/06/perebutan-warisan-yang-berbuntut-agresi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Trimakasih atas saran, kritik, dan komentnya...
semoga bisa menambah pengetahuan kita semua...amin

FeedBack!!!! trims